Laman

Minggu, 02 September 2012

Tausiyah dan Pesen Penyemangat.!!!

Taushiyah dan pesan penyemangat dari:

Handzalah,
”Cintailah Allah dan RasulNya, 
pasti Allah ’kan mencintamu.
Pabila pekikan CINTA (jihad) itu mengumandang
Tinggalkanlah bidadari, anak, harta duniawimu
Berjuanglah dengan jiwa dan ragamu.
Taman surga itu lebih indah dan memesona
dari dunia seisinya

Apakah kau tak iri denganku???
Aku termandikan oleh usapan hangat jemari malaikat 
dan kecupan bibir hangat bidadari bermata jeli.”

Nuruddin Mahmud Zanki, 
”Awali perjuangan dengan kebeningan niat.
Itulah kenapa kubuat mimbar yang kuletakkan di Baitul Maqdis.
Agar membakar jiwamu
Memompa denyut semangatmu
Menggelegakkan darah jihadmu ”

Shalahuddin Al Ayyubi,
”Benteng Vatikan takkan bisa kau runtuhkan,
Takkan bisa engkau sentuh
Pabila engkau masih tersilau dunia nan hinadina!
Kendalikan nafsu syahwatmu
Insya Allah engkau ’kan beroleh kemenangan sejati” 

Muhammad Al Fatih
(Sang Penakluk Takhta Konstantin),
Sang Pahlawan Terpujaku,

”Sucikan hati,
Patahkan hasrat duniawi
Lalu, desahkan hadits ini dengan istiqomah:

”Fala ni’ma al amir, amiruha. 
Fala ni’ma al jaiz fadzalika al jaiz!”
’Sebaik-baik panglima perang adalah 
panglima perang yang menaklukkan Konstantinopel, 
dan sebaik-baik tentara, 
adalah tentara yang menaklukkan Konstantinopel.’

Aku pun menggerak-gerakkan bibirku. Mengikuti lafal hadits yang diijazahkan oleh Muhammad Al Fatih tadi. 

”Bacalah ia! 
Resapilah maknanya! 
Bertafakurlah dengan beranda hikmah maknanya! 

Inilah hadits terindah yang selalu kudengungkan 
ditiap hirupan nafas dan detakan jantungku.

Aduhai ’titisan’ semangat ruh jihadku...
Jika aku bisa menaklukkan takhta Kontanstin,
Engkau pun pasti bisa menaklukkan takhta Roma
’Apa yang orang lain bisa, Insya Allah engkau pun bisa’

Jangan peduli dengan ucapan kaum nifaq itu!!!
Yang bersembunyi dibalik tirai gelar ulama’, dai, muballighnya
Yang telah menjual akhiratnya dengan setetes dunia hina 
Percayailah Ayat-Ayat Langit  dan sabda-sabda Rasulullah saw
Janji Allah itu pasti!!
Dan obatnya seserpih ragu, adalah meyakiniNya sepenuh hati

Ucapan kaum nifaq itu hanyalah setan berselimut ujud manusia
Yang membaluti kebatilan dengan ’selimut’ kebenaran
Yang bisa meredupkan pijar api semangatmu
Jangan tertipu!!! Jangan.... Abaikanlah ia.

Ingatlah!
Panji Islam takkan tegak dengan tiang salib (sekulerisme)
Melempanglah dengan manhaj (jalan/metode) Nabi saw, 
Insya Allah engkau ’kan selamat!”

Kukecup punggung tangan kasarnya. Tangan harum, yang beraroma  semerbak wangi Taman Firdaus. Tangan yang selalu menggenggam bendera Ar Royya (Bendera berlatar hitam bertuliskan kalimat, Laa ilaaha illallah, muhammad rasulullah) oleh celupan warna putih, seputih kapas sutera
Seputih jiwa mukmin yang terkena jejaring retina makrifatullah.
Lalu tangan kukuh itu mengangsurkan bendera Ar Royya ke arahku. 
Aku pun dengan tubuh menggigil menerimanya.

”Kutitipkan ’Panji Kemenangan Islam’ ini kepadamu.
Ingatlah satu hal!..... 
Hanya inilah benderamu.
Bendera yang selalu digenggam oleh lembut jemari Rasulullah saw.
Bendera kebanggaan sang Haidar, Hamzah ibn Muththalib
Bendera yang terlelehi darah harum syuhada
Abdullah ibn Rawahah..
Ja’far ibn Abi Thalib..
Mush’ab ibn Umair
Zaid ibn Haritsah 
yang harus kau pertahankan hidup dan mati
dengan segenap jiwa-raga, dan semua hartamu

Aku pun dengan lisan ragu bertanya, ”Pahlawan terpujaku! Bagaimana dengan bendera warna-warni yang kini digenggam oleh 1,5 milyar kaum muslimin di 50 lebih negeri di seluruh dunia itu?”

”Enyahkan bendera warna-warni jahiliah itu!!!
Lemparkanlah ia di tong sampah ’ketersesatan!!!’
Bendera itulah yang telah memorakporandakan 
kesatuan kaum muslimin kini
Bendera ciptaan licik kaum Yahudi terlaknati!! 
Bendera yang menjajahi jiwa-jiwa kerdil.
Hingga membuatmu pekak akan kebenaranNya
buta akan hukumNya
tuli akan seruaanNya.
Hingga saudaramu di Irak, Palestina pun tersapu  badai gurun duka.
Karena engkau tertipu dengan bendera jahiliah itu!!” 

”Telah kutancapkan bendera ini di benteng angkuh Konstantin,
Kini... Engkaulah yang layak menancapkannya di jantung takhta Vatikan!
Inilah bendera pemersatu kaum muslimin itu!”

Lalu ia mengecup keningku dengan hangat dan melembut.

Thariq  Ibn Ziyad,
”Thariq! Engkau layak memakai namaku. Sungguh!
Engkaulah titisanku, 
titisan darah Sang Penakluk

Ingat tujuan awalmu,
Jangan kau campuri kebenaran dengan kebatilan
kelurusan niat adalah segalanya!
’Takkan pernah kebatilan bercampur dengan kebenaran
Ilaa Yaumil Qiyaamah’ 
Itulah ciri khas Sang Penakluk! 

Pun meski jutaan orang memberi fatwa
Kebatilan tetaplah kebatilan!!!
Kebenaran pastilah yang memenangkan pertempuran!

”Mintalah fatwa kepada hatimu. 
Kebaikan itu adalah apa-apa yang tenteram jiwa padanya, 
dan tenteram pula dalam hati. 
Dan dosa itu adalah apa-apa yang syak dalam jiwa, 
dan ragu-ragu dalam hati, 
meski orang-orang memberikan fatwa kepadamu 
dan  mereka membenarkannya.” 

Kenali hatimu, 
Percayai ia 
Dan penuhilah janji rindu untuk Rabb-Mu” 


Mereka pun dengan binar senyum melambaikan jemari-jemari kukuhnya. Lalu berbalik membelakangiku. Pergi. 
Aku pun memekik memanggil-manggil  mereka untuk kembali. Aku masih rindu, akan untaian pesan nan membakar ruh jihadku.
Tapi, mereka sudah lenyap di balik cahaya putih yang menyilaukan. Aku pun hanya bisa menutupi kedua mataku dengan kelima jemari tangan kiriku karena tersilau.
Hanya embusan untaian pesan laksana semilir angin yang masih bergema memantul-mantul saling bersahutan di balik lembah jiwaku. Mengiang-ngiang di gendang labirin telingaku.

... Taklukkan takhta Roma
... Taklukkan takhta Roma
... Taklukkan takhta Roma

...taklukkan
.... taklukkan
.... Roma 
.... Roma 
... Roma
... Taklukkaaaan !!!
Roma ...
Roma ...
         Roma...

Seberkas cahaya menyilau kelopak mataku. Laksana kilat menyambar dan menghentak bumi hingga berguncang dengan petir dahsyat. Blaar!
Lamat-lamat kudengar suara  desah lembut yang selalu menghiasi lautan melodi kasihsayang, berbilang sembilan bulan di alam rahim. Melodi irama jiwa yang sudah lama tak terdengar dan ia selalu kurindui beberapa bulan terakhir ini. 
Itu pasti..... pastilah wajah penuh kasih... wajah lembut itu. Aduhai! Aku sungguh dirundung dendam rindu kepadanya. Dia ... ???
Ummiku! Bundaku tercintah! Pelita cahaya kasihku!
Dua bulir kristal luruh dari telaga matabening Ummi. Menyentuh permukaan kedua pipiku yang pasi. 
Tes! Tes! Tes! Bulir-bulir sejuk itu menyentuh kulitku nan pasi laksana serpihan es. Sejuk. Menyapa dunia lorong kegelapan dan kegersangan.
”Nak! Salam cahaya mentari telah menyapamu di luar sana. Jangan... jangan kau tinggalkan Ummi secepat ini, Ummi pasti takkan kuasa menahan beban rindu di hati. Maafkan Ummi, Abah dan Adikmu nan telah tak tersengajai menzalimimu selama ini!” lamat-lamat kidung rerintih kasih memaksaku untuk membuka kelopak mata.
Ingin kuhapus bulir-bulir yang meluruh itu dengan dekapan bakti tulusku. Ingin kukecup pipi lembut itu sebagai permintaan maafku. 
”U-m-, u-m-m-i. Ummi...!” bibirku mencoba bergerak. Ah, lidahku kelu! Aku tak kuasa! Aku tak bertenaga! Aku pun hanya bisa menitikkan bulir putih di pelupuk mata.
Mataku pun bergerak-gerak berusaha sekeras daya upaya untuk menatap lisan merdunya laksana denting buluh suara rindu.
”Ssst, Cup. Cup. Jangan bergerak-gerak dulu, Sayang!”
Bibir lembut Ummi menyapa bibir pasiku. Lalu, beliau pun menghujani kening dan pipiku dengan kecupan hangat basah oleh linangan airmata kesyukuran.
”Alhamdulillah!! Ya Allah, Yaa Rahmaan, Yaa Rahiim, atas nama kuas iradahMu, kini Engkau masih memerkenankanku untuk sejenak menatap kembali seberkas sinar indah permata hatiku. Ah, permata jiwaku. Ini bundamu, Nak! Ia kini datang dengan denting rindu dan kerasabersalahannya. Tiram mutiara kasihku, kembalilah! Cahayai bumi bunda dengan indah mata beningmu.”
Jenak kutatap mata bening itu dengan cahaya redupku. Namun, ragaku enggan berkompromi lagi. Ia masih lelaplelah dengan pengembaraan dera sakitnya.
Ah, gelap lagi langit duniaku.
Sayup-sayup suara merdu Ummi mendayu memekik memanggil-manggil namaku, dari arah belakang punggungku. 
Aku tak kuasa berbalik. Maafkan daku Ummi!

*Goresan, di 1/3 Malam

Sumber : http://myquran.org/forum/index.php?topic=40838.0